Minggu, 12 Juli 2020

Corona 1948


by Tjondro Poernomo
( grandfather's clock paradox )

Aku tidak tahu apakah kakekku akan menyesal atau justru bangga. ketika nama usaha yang dirintisnya di tengah Agresi Militer Belanda I & II, kini jadi viral & mendunia. melalui mesin waktu aku menemuinya di tahun 1948, dan mengabarkan bahwa besok di tahun 2020 akan ada kejadian yang menggemparkan dunia karena VIRUS CORONA...


Di masa itu kakekku baru berusia 28 tahun dan belum menikah, tinggal di purworejo... begitu mendengar ibukota negara dipindahkan ke jogjakarta, hatinya tergerak untuk mengunjungi kota jogja sendirian dengan sepeda motor. naluri mengatakan, mungkin jogja adalah kota tujuan untuk masa depan; karena rumah di purworejo sudah dipakai kakaknya berkeluarga...

Sesampainya di kota jogja, ia langsung jatuh cinta pada suasana temaram di sekitar malioboro, ia mengontrak rumah kecil di Taman Joewana, masuk gang di Jl. Dagen. suatu sore ia berjalan ke malioboro, keluar dari dagen belok ke utara menyusuri trotoar sisi barat malioboro. dilihatnya deretan pertokoan dengan bangunan arsitektur belanda... iapun menyeberang ke sana...

Suasana toko pada waktu itu rapi berkaca mirip di paris, papan reklame enamel maupun letter timbul rapat menempel di tembok bangunan. jalanan masih sepi... terlebih muncul isu akan ada Agresi Militer Belanda gelombang ke-2. diantara sekian ruko itu ada 1 ruko di samping gereja. waktu itu sudah dipakai usaha fotografi entah apa namanya...

Pak Tjondro masuk ke dalam toko disambut ramah oleh pemilik, lewat obrolan singkat, yang tadinya sekedar ingin bertanya, "adakah ruko di sekitaran yang masih memungkinkan untuk usaha baru?" malah ditawari untuk mengambil alih kontrakan sekaligus usaha fotografi ini... selain sewanya cukup mahal (tanah milik sultan, tidak bisa jadi hak milik) juga kekhawatiran akan adanya serangan susulan dari militer belanda...
.
Pak Tjondro pulang kembali ke kontrakan, merenung seorang diri... akhirnya ia pulang dulu ke purworejo memberi kabar kepada orang tuanya... apakah berani mengambil keputusan sulit di tengah situasi yang tak menentu... akhirnya iapun punya optimisme dan mengambil inisiatif mantap untuk tidak menyia-nyiakan peluang tersebut. ia kembali ke jogja, mengajak beberapa saudaranya untuk membantu...

Kepada pemilik ruko, ia minta waktu sebentar untuk belajar teknik fotografi dan cetak, juga menawari beberapa karyawan yang ingin tetap tinggal dan meneruskan usaha ini. Semua proses pemindahan manajemen berjalan lancar, sampai meletusnya perang. yang ternyata tidak sampai memporak-porandakan kota. kemudian Pak Tjondro memilih brand "CORONA" yang berarti mahkota untuk usaha barunya. dengan simbol huruf "C" dengan mahkota di atasnya...

Keberuntungan berpihak pada Pak Tjondro, di masa awal pemerintahan RI, administrasi kependudukan sedang ditertibkan: KTP, SIM (rebouwes), Akte Pernikahan, dll. semuanya membutuhkan Pas Foto. waktu itu orang antri foto seperti di rumah sakit. dibikinkan kartu nomer antrian. dipanggil satu-persatu masuk ke studio bagaikan ruang praktik dokter.

Waktu itu masih pakai kamera kayu. Klisenya hitam-putih berukuran besar (large format) pencahayaan studio masih mengandalkan lampu bulb. (sekarang speed B) kecepatan rana masih sangat lambat, bisa satu detik / lebih. waktu itu orang foto mesti statis nggak boleh goyang muka sedikitpun. makanya anda bisa lihat foto orang jaman dulu posenya kaku-kaku dan serius.

Setelah usahanya "maju-mapan" (57-58) ...barulah Pak Tjondro mikir cari jodoh... dengan penuh percaya diri ia mencoba mencari kenalan... kencan yang sedang trend pada masa itu adalah nonton bioskop. Ia cukup selektif dalam memilih pasangan, enggak srudak-sruduk... melalui serangkaian proses penjajakan... ala pemuda di masa itu.

David Chandra Antonius

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Back To Top